Nasyid berasal dari bahasa Arab, ansyada-yunsyidu, artinya “bersenandung”. Definisi nasyid sebagai format kesenian adalah senandung yang berisi syair-syair keagamaan. Tapi, ada banyak versi mengenai pengertian nasyid itu sendiri. Misalnya dari sebuah artikel disebutkan bahwa arti nasyid atau anasyid (jamak) adalah “lantunan” atau “bacaan”, sementara istilah nyanyian dalam bahasa arab adalah Al-Ghina, bukan nasyid.
Orang yang menyanyikan nasyid biasanya disebut munsyid, sedangkan arti munsyid adalah orang yang melantunkan atau membacakan syair. Nasyid tidak hanya sekedar lagu, tapi juga memiliki nilai spiritual yang tinggi baik dari segi syairnya maupun munsyid-nya. Syair atau lirik nasyid harus memiliki pesan rohani atau pesan islami yang kuat.
Bagi munsyid, nasyid merupakan salah satu sarana dalam berdakwah. Oleh karena itu, seorang munsyid harus memahami falsafah berdakwah dalam nasyid, yaitu menyampaikan pesan dalam nasyid agar tersampaikan kepada pendengarnya.
Nasyid dapat disaksikan dalam berbagai style atau gaya penyampaian, misalnya nasyid yang dibawakan dengan cara acapella yang berirama pop; nasyid yang dibawakan dengan cara acapella dan musik yang minimalis (drum saja) dan berirama mars dengan karakter semangat dan menyeru; nasyid yang dibawakan dengan perkusi dan kebanyakan berisi puji pujian, nasyid yang dibawakan dengan alat musik lengkap.
Di Indonesia, biasanya nasyid
dinyanyikan secara akapela atau hanya dengan diiringi gendang. Metode
ini muncul karena banyak ulama Islam yang melarang penggunaan alat musik
kecuali alat musik perkusi. Sekarang ini sudah banyak kelompok nasyid Indonesia yang tetap eksis, di antaranya nasyid Snada, Suara Persaudaraan, Izatul Islam, Asyabab, Harmoni Voice, Sam Abdullah, Bijak, dan lain-lain.
Sejarah Nasyid di Indonesia
Musik Nasyid sendiri mulai hadir di Indonesia sekitar tahun 1980-an. Saat itu nasyid hanya dilantunkan di forum-forum terbatas, oleh aktivis muslim di beberapa kampus dan sekolah. Oleh mereka, nasyid
digunakan untuk mengobarkan semangat kelompoknya, dengan syair-syair
yang bernuansa perjuangan fisabilillah (di jalan Allah SWT.) yang
menggelora. Lalu, memasuki era tahun 1990-an, nasyid mulai dikenal masyarakat luas dengan syair yang berisi nasihat, kisah-kisah para nabi, dan pujian kepada Allah SWT.
Geliat dunia Musik Nasyid
juga melahirkan grup-grup domestik, seperti Qatrunnada, Senandung
Nasyid, dan Snada. Lirik-liriknya tetap religius namun dibawakan dengan
nuansa pop yang membuat nasyid kian berkibar.
Pada Ramadhan tahun 2005, musik nasyid
semakin akrab di telinga masyarakat Indonesia. Salah satu stasiun
televisi swasta menyelenggarakan Festival Nasyid Indonesia dan Festival
NTQ (Nasyid, Tausyiah, dan Qiroah), layaknya perhelatan Indonesian Idol atau Akademi Fantasi
yang tengah digandrungi masyarakat. Sayang, komposisi peserta festival
tetap didominasi kaum Adam. Sama sekali tidak terlihat oleh kita peserta
dari kaum perempuan dalam acara tersebut..
Nasyid, Musik Islam kah?
Dalam hukum Islam, para ulama berbeda pendapat tentang musik. Ulama Muta‘akhirin mengharamkan alat musik, sedangkan Ulama Salaf dari kalangan sahabat dan tabi‘in
menghalalkan alat musik. Menurut mereka tidak ada dalil baik dari
Alquran maupun hadis yang jelas mengharamkannya. Karena ada dua pendapat
inilah, maka ulama bersepakat untuk mengembalikan musik kepada hukum
asalnya yaitu mubah.
Apabila ditelisik, makna kata nasyid
berasal dari bahasa Arab yang artinya “senandung” atau “lantunan”.
Melihat perkembangan musik era pra-Islam, pada bangsa Arab terutama suku
Badawi, aktivitas bersyair dan bersenandung merupakan kegiatan yang
sangat penting. Dengan bersenandung mereka mengungkapkan kondisi jiwa,
keinginan, serta memberikan penghargaan atau bukti penghormatan kepada
kepala suku dan tamu-tamu kehormatan. Di sini mereka hanya menggunakan
Rebana dan seruling.
Begitu juga seperti yang digambarkan seorang ulama terkenal Yusuf
Qardhawi. Bahwasanya saat Rasulullah membangun Masjid Nabawi bersama
sahabat, Nabi bersenandung untuk menceriakan suasana. Sambil memanggul
batu di bahu, syair-syair lagu yang dibawakan oleh para sahabat ini juga
diiringi dengan alat musik serupa dengan nasyid.
Nasyid dan Raihan
Malaysia
termasuk negeri yang paling hebat dalam melahirkan grup-grip nasyid
jempolan. Grup nasyid yang paling kentara adalah Raihan, yang mulai
dikenal pada tahun 1994 dengan albumnya “Puji-pujian”.
Munculnya kelompok vokal Raihan telah memberikan warna baru bagi perkembangan Musik Nasyid Mereka mempopulerkan nasyid dengan nge-pop dan easy listening. Hal ini membawa perkembangan tersendiri bagi nasyid: ada yang tetap mengedepankan accapella
(vokal), ada yang murni dengan rebana. Tapi ada juga yang menonjolkan
unsur musik perkusi. Bahkan bukan hal yang aneh bila ada kelompok nasyid
yang menggunakan alat-alat musik modern, seperti drum dan keyboard
dalam penampilannya.
Dibandingkan dengan dengan grup nasyid
manapun, Raihan tetap dianggap yang terbaik, bahkan jika dibandingin
dengan Yusuf Islam (dulu bernama Cat Steven) asal Inggris sekalipun.
Bahkan, Raihan adalah satu-satunya grup nasyid yang sudah tur keliling dunia dan pernah mentas di hadapan Ratu Inggris.
Nasyid dan Perempuan
Kiprah perempuan di dunia musik masih dipandang bias oleh sebagian masyarakat. Namun demikian, di tahun 1990-an lahir kelompok nasyid
muslimah di Indonesia dengan nama Bestari. Salah satu personilnya
adalah Asma Nadia, penulis perempuan ternama saat ini. Kelompok Nasyid
ini sempat meluncurkan dua album yaitu Bestari I dan Bestari II.
Kehadiran
Bestari ini, sangat mengundang kontroversi bagi sebagian masyarakat.
Protes yang dihadapi oleh Bestari, tidak hanya dari tokoh agama. Para
Muslimah pun menentang kehadiran mereka. Hal ini karena stigma ‘tabu’
atas suara perempuan, sangat kental di sebagian kalangan Islam
Indonesia. Sebagian mereka masih mengharamkan suara perempuan yang
diperdengarkan di depan publik, karena dianggap sebagai aurat.
Sebenarnya
apa alasan diperkenalkannya nasyid perempuan ini? Dalam sebuah situs,
Bestari mengungkap, bahwa ditemukan potensi muslimah yang secara genetik
memang mempunyai potensi lebih baik dari kebanyakan suara ikhwan.
Maka alangkah mubazirnya jika potensi ini dibiarkan saja. Sejak saat
itu, 10 orang muslimah yang tergabung dalam Forum Komunikasi Muslimah
(FKM) konsisten dengan pengembangan seni suara dan mulai mengarang lagu,
dan berlatih secara rutin.
Semoga nasyid dapat terus berkembang, dapat diterima di masyarakat lebih luas lagi, dan yang terpenting dari semua itu adalah para munsyid-nya dapat menjadi suri tauladan, sehingga apa yang disampaikannya bisa diikuti oleh para pendengarnya.
Sumber http://www.pasarkreasi.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar